Sabtu, 18 September 2010

SEJARAH ANALIS KESEHATAN DI INDONESIA

Sejarah perkembangan laboratorium kesehatan di dunia dimulai sejak awal diketemukannya mikroba oleh Antony van Leeuwenhoek (1632 – 1723) yang kemudian menjadikannya menjadi salah seorang penemu mikrobiologi. Kemudian dilanjutkan dengan beberapa penemuan di dunia mikrobiologi lainnya seperti Louis Pasteur (1822 – 1895) penemu teori biogenesis dan penemu protozoa penyebab penyakit serta penemu vaksin, Robert Koch (1843 – 1910) penemu penyakit Anthrax dan terkenal dengan Postulat Koch. Tidak ada buku sejarah yang otentik tentang perkembangan laboratorium di Indonesia, namun menelusuri berbagai catatan dan masukan dari beberapa orang yang terlibat dalam proses terbentuknya laboratorium kesehatan di Indonesia. Perkembangan tersebut adalah sejak dimulainya pemerintah penjajahan Belanda pada abad ke -16, pada tahun 1851 sekolah dokter Jawa didirikan oleh dr. Bosch, kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer dan dr. Bleeker di Indonesia. Kemudian sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi. Dalam rangka mengembangkan kesehatan masyarakat di Indonesia pada saat itu kemudian didirikan Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung pada tahun 1888. Kemudian pada tahun 1938, pusat laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman dan selanjutnya disusul didirikan laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar, Surabaya dan Yogyakarta. Laboratorium-laboratorium ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar dan sebagainya bahkan untuk bidang kesehatan masyarakat yang lain seperti gizi dan sanitasi.

Pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Salah satu kegiatan pokok puskesmas mencakup antara lain adalah laboratorium.

Kemudian terjadi perkembangan pelayanan laboratorium kesehatan selain yang diselenggarakan oleh pemerintah khususnya swasta dengan berdirinya Laboratorium Klinik “CITO ” pada tanggal 10 April 1967 oleh Bapak. H. Achmad Djoeahir. Berlokasi di salah satu jalan utama kota Semarang, yaitu Jalan Imam Bonjol No. 206. Kemudian disusul dengan Prodia yang didirikan di Solo pada tahun 1973 sebagai yayasan yang juga melayani pemeriksaan laboratorium. Sampai sekarang perkembangan laboratorium sudah sedemikian pesatnya dan seiring dengan perkembangan teknologi laboratorium kesehatan yang semakin modern maka semakin banyak berdiri laboratorium klinik swasta di Indonesia.

Adanya laboratorium kesehatan di Indonesia tidak bisa terlepas dari sumber daya kesehatan yang menjalankan kegiatan pelayanan di laboratorium, maka pemerintah kemudian mendirikan institusi pendidikan analis kesehatan. Cikal bakal keberadaan institusi pendidikan analis kesehatan adalah dengan didirikannya pusat pelatihan tenaga kesehatan oleh dr. Y. Sulianti bersamaan dengan didirikan Proyek Bekasi (tepatnya Lemah Abang) sebagai proyek percontohan atau model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia. Selanjutnya berdiri Sekolah Pengatur Analis (SPA) yang didirikan pada tahun 1958 di Medan dan Yogyakarta. Masa pendidikan pada saat itu adalah 2 tahun yang berasal dari lulusan SD. Lulusannya dapat melanjutkan pendidikan kekhususan selama 2 tahun lagi yaitu jurusan kimia dan jurusan bakteri. Termasuk juga dengan berdirinya Sekolah Penjenang Kesehatan bagian F pada tahun 1970an. Tahun 1982 karena adanya kebijakan pemerintah berubah namanya menjadi Sekolah Menengah Analis Kesehatan dan tahun 1998 dikonversi menjadi D-III Akademi Analis Kesehatan.

Perkembangan institusi pendidikan analis kesehatan mengalami perkembangan yang pesat. Seperti halnya kebijakan pemerintah untuk menggabungkan akademi-akademi kesehatan di institusi negeri menjadi Politeknik Kesehatan dan mengilhami pendirian sekolah-sekolah tinggi kesehatan yang juga menyelenggarakan pendidikan Diploma III dan Diploma IV Analis Kesehatan. Atas kerja keras dan komitmen organisasi profesi analis kesehatan maka sampai saat ini telah ada institusi penyelenggara S1 Analis Kesehatan dengan nama S1 Teknologi Laboratorium Kesehatan yang berada di Makassar

Tyar Lande

Jumat, 25 Juni 2010

VIBRIO

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroba di alam hampir terdapat di semua tempat. Di udara mulai dari permukaan tanah sampai lapisan atmosfir yang paling tinggi. Di laut terdapat sampai di dasar laut yang paling dalam. Di alam air seperti di air sungai, selokan, kolam atau air sawah. Pada tanah yang subur, kira-kira terdapat 50 juta bakteri per gram tanah.

Mikroba terdapat ditempat dimana manusia hidup. Terdapat pada udara yang kita hirup, pada makanan yang kita makan, juga terdapat pada permukaan kulit, pada jari tangan, pada rambut, dalam rongga mulut, usus, pada saluran pernapasan dan pada seluruh permukaan tubuh yang terbuka dan dianggap sebagai flora normal. Pada setiap sentimeter persegi kulit terdapat sekitar 10.000 sampai dengan 100.000 ribu bakteri.

Masuknya mikroba kedalam jaringan tubuh, kemudian berkembang biak dan menimbulkan gejala penyakit disebut infeksi. Gejala klinik sebagai akibat adanya infeksi bisa sembuh kembali secara sempurna (kelainan pathologinya reversibel).

Bakteri adalah organisme yang paling banyak jumlahnya dan lebih tersebar luas dibandingkan makhluk hidup yang lain. Bakteri memiliki ratusan ribu spesies yang hidup di darat hingga lautan dan pada tempat-tempat yang ekstrim. Bakteri ada yang menguntungkan tetapi ada pula yang merugikan. Bakteri memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan makhluk hidup yang lain. Bakteri adalah organisme uniselluler dan prokariot serta umumnya tidak memiliki klorofil dan berukuran renik atau mikroskopik (http://makalah biologiku.com).

Bakteri adalah salah satu makhluk hidup yang sangat kecil yang hanya dapat dilihat melalui mikroskop, tetapi memilki peran yang sangat penting dalam kehidupan yaitu dapat menguraikan makhluk hidup. Bisa kita bayangkan jika seandainya tidak ada makhluk hidup yang dapat menguraikan maka dunia ini akan penuh dengan timbunan pepohonan, dedaunan dan makhluk hidup karena tidak adanya proses penguraian oleh makhluk kecil ini.
Bakteri terdapat ditempat dimana manusia hidup. Terdapat pada udara yang kita hirup, pada makanan yang kita makan, juga terdapat pada permukaan kulit, pada jari tangan, pada rambut, dalam rongga mulut, usus, dalam saluran pernafasan dan pada seluruh permukaan yang terbuka dan dianggap sebagai flora normal.
Tapi kadang-kadang pula dalam keadaan tertentu, misalnya pada saat daya tahan tubuh lemah bakteri komensal maupun bakteri mutualistik bisa menimbulkan penyakit. Bila suatu jenis bakteri dilihat dengan mikroskop akan tampak jelas dengan melalui proses pewarnaan. Pewarnaan bakteri dapat dilakukan dengan satu atau lebih zat warna. Pewarnaan bakteri dengan menggunakan lebih dari satu zat warna diberi nama sesuai dengan penemunya.

1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penyusunan laporan praktikum ini adalah untuk mengidentifikasi Vibrio sp pada sampel es kelapa muda gerobak 4 depan Telkom Pettarani.

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk dapat mengisolasi bakteri yang terdapat pada sampel es kelapa muda gerobak 4 depan Telkom Pettarani dan untuk mengidentifikasi penyakit yang ditimbulkannya.




1.3 Kerangka Operasional




Pewarnaan gram Pewarnaan flagella


Inkubasi 370 selama 24 jam




Inkubasi 370C selama 24 jam
Pewarnaan gram Pewarnaan flagella

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan umum Vibrio sp
Bakteri Vibrio sp adalah jenis bakteri yang dapat hidup pada salinitas yang relatif tinggi. Menurut Rheinheiner (1985) cit. Herawati (1996), sebagian besar bakteri berpendar bersifat halofilik yang tumbuh optimal pada air laut bersalinitas 20-40‰. Bakteri Vibrio berpendar termasuk bakteri anaerobic fakultatif, yaitu dapat hidup baik dengan atau tanpa oksigen. Bakteri Vibrio tumbuh pada pH 4 - 9 dan tumbuh optimal pada pH 6,5 - 8,5 atau kondisi alkali dengan pH 9,0 (Baumann et al., 1984 cit. Herawati, 1996).

Vibrio sp merupakan salah satu bakteri patogen yang tergolong dalam divisi bakteri, klas Schizomicetes, ordo Eubacteriales, Famili Vibrionaceae. Bakteir ini bersifat gram negatif, fakultatif anaerob, fermentatif, bentuk sel batang dengan ukuran panjang antara 2-3 µm, menghasilkan katalase dan oksidase dan bergerak dengan satu flagella pada ujung sel (Austin, 1988).

Pencemaran limbah dalam suatu perairan mempunyai hubungan dengan jenis dan jumlah mikroorganisme dalam perairan tersebut. Air buangan kota dan desa yang berpenduduk padat tidak hanya meningkatkan pertumbuhan bakteri koliform akan tetapi juga meningkatkan jumlah bakteri patogen seperti Salmonella, Shigella dan Vibrio cholera (Shuval, 1986).

Infeksi pada luka mungkin ringan tetapi sering berlanjut dengan cepat (setelah beberapa jam), dengan perkembangan lesi kulit bullous, selulitis, dan miositis dengan nekrosis. Karena cepatnya kemajuan dari infeksi, maka diperlukan pengobatan antibiotic sesuai sebelum konfirmasi dengan kultur didapat. Diagnose didapat melalui kultur organisme pada media laboratorium standar (Jawetz, dkk. 2005).


2.2. Klasifikasi Vibrio
Kingdom : Eubacteria
Divisi : Bacteri
Class : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
family : Vibrionaceae
Genus : Vibrio
Spesies : Vibro anguillarum Vibrio vulnificus
Vibrio salmonicida Vibrio hollisae
Vibrio alginolyticus Vibrio damsel
Vibrio cholera Vibrio fluvialis
V. parahaemolyticus Vibrio mimicus

2.3. Morfologi dan Identifikasi
2.3.1 Ciri khas organisme




Vibrio
Secara umum, morfologi atau struktur tubuh dari bakteri Vibrio bila diisolir dari faeces penderita atau dari biakkan yang masih muda adalah batang bengkok seperti koma, tetapi akan berbentuk batang lurus bila diambil atau didapat dari biakan yang sudah tua.
Mempunyai sifat Gram negatif dengan ukuran 1 – 3 x 0,4 – 0,6 µm tetapi ada beberapa literatur yang mengatakan bahwa Vibrio berukuran panjang (1,4 – 5,0) µm dan lebar (0,3 – 1,3) µm.
2.3.2 Biakan
Berdasarkan pengamatan visual terhadap bakteri pathogen spesies Vibrio, maka bakteri ini dapat dibedakan berdasarkan warna, bentuk, dan ukuran koloni yang tumbuh pada media TCBS agar setelah masa inkubasi 24 - 48 jam pada suhu kamar (30°C). TCBS adalah media yang lebih dianjurkan untuk kultur tinja, dimana sebagian besar galur menghasilkan koloni-koloni yang berwarna biru-hijau (sukrosa negatif). (Jawetz, dkk. 2005).
Dari hasil penelitian terhadap isolat bakteri Vibrio sp, ditemukan enam spesies bakteri patogen Vibrio sp, yaitu :
a. Vibrio Anguillarum
Mempunyai ciri-ciri warna putih kekuning-kuningan, bulat, menonjol dan berkilau. Karakteristik biokimia adalah mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, glukosa, laktosa, sellobiosa, galaktosa dan manitol positif. Sedangkan methyl red dan H2S negatif.
b. Vibrio alginolyticus.
Mempunyai ciri-ciri berwarna kuning, diameter 3-5 mm. Karakteristik biokimia adalah mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, methyl red dan H2S, glukosa, laktosa, dan manitol positif. Sedangkan sellobiosa, fruktosa, galaktosa negatif.
c. Vibrio cholera
Mempunyai ciri-ciri yaitu berwarna kuning, datar, diameter 2-3 mm, warna media berubah menjadi kuning. Karakteristik biokimia adalah mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, methyl red dan H2S, glukosa, laktosa, galaktosa dan manitol positif. Sedangkan sellobiosa, fruktosa, bersifat negatif.
d. Vibrio salmonicida
Mempunyai ciri-ciri berwarna bening, diameter < 1 mm, bulat, menonjol dan utuh. Karakteristik biokimia adalah mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, glukosa positif. Sedangkan methyl red, H2S, laktosa, galaktosa, manitol, sellobiosa, fruktosa, bersifat negatif.
e. Vibrio vulnificus.
Mempunyai ciri-ciri berwarna biru sampai hijau, diameter 2-3 mm. Karakteristik biokimia adalah mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, methyl red dan H2S glukosa, sellobiosa, fruktosa, galaktosa dan manitol positif. Sedangkan, laktosa bersifat negatif.
f. Vibrio parahaemolyticus.
Mempunyai ciri-ciri berwarna biru sampai hijau, diameter 3- 5 mm, dipusat koloni berwarna hijau tua. Karak-teristik biokimia adalah mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, glukosa, laktosa, galaktosa dan manitol positif. Sedangkan sellobiosa, fruktosa, methyl red dan H2S bersifat negatif. Vibrio parahaemolyticus (Vp) merupakan bakteri halofilik Gram negatif.Bakteri ini tumbuh pada kadar NaCl optimum 3%, kisaran suhu 5 – 43°C,pH 4.8 – 11 dan aw 0.94 – 0.99.Pertumbuhan berlangsung cepat pada kondisi suhu optimum (37°C) dengan waktu generasi hanya 9–10 menit.Seafood yang merupakan produk hasil laut, memberikan semua kondisi yang dibutuhkan oleh Vp untuk tumbuh dan berkembang biak: keberadaan garam, nutrien yang baik serta pH dan aw yang cocok sehingga Vp sering terdapat sebagai flora normal di dalam seafood. Mereka terkonsentrasi dalam saluran pencernaan moluska, seperti kerang, tiram dan mussel yang mendapatkan makanannya dengan cara mengambil dan menyaring air laut .Strain Vp patogen merupakan penyebab penyakit gastroenteritis yang disebabkan oleh produk hasil laut ( seafood ), terutama yang dimakan mentah, dimasak tidak sempurna atau terkontaminasi dengan seafood mentah setelah pemasakan. Gastroenteritis berlangsung akut, diare tiba-tiba dan kejang perut yang berlangsung selama 48 – 72 jam dengan masa inkubasi 8 – 72 jam. Gejala lain adalah mual, muntah, sakit kepala, badan agak panas dan dingin. Pada sebagian kecil kasus, bakteri juga menyebabkan septisemia. Sejak tahun 1997, jumlah kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) yang disebabkan oleh Vp meningkat secara tajam di berbagai kawasan dunia.Terjadinya KLB ini telah teridentifikasi disebabkan oleh konsumsi seafood terutama tiram ( oyster ) mentah yang terkontaminasi oleh Vp.Sejak tahun 1997 tersebut, maka seafood terutama tiram dianggap sebagai jenis pangan yang penting diwaspadai dari aspek keamanan pangan.Strain Vp patogen penyebab gastroenteritis sangat beragam.Strain Vp patogen dengan serotype O3:K6 sejak tahun 1996 muncul menjadi sumber patogen baru penyebab keracunan pangan. Kasus keracunan karena Vp lebih banyak terjadi pada musim panas.Kondisi ini berkorelasi positif dengan prevalensi dan jumlah kontaminasi Vp pada sampel seafood lingkungan yang juga meningkat dengan meningkatnya suhu perairan.Tingkat salinitas air laut juga berpengaruh pada tingkat kontaminasi. Teknik analisis berpengaruh pada tingkat prevalensi dan tingkat isolasi Vp dari seafood. Untuk pengendalian tingkat kontaminasi didalam seafood, diperlukan pemilihan metode analisis yang lebih sensitifitas dengan waktu deteksi yang lebih cepat.Teknik analisis berdasarkan deteksi gen (tlh, tdh dan/atau trh) memberikan hasil yang lebih akurat untuk mendeteksi strain patogen dibandingkan dengan teknik MPN-konvensional yang berdasarkan pada reaksi biokimiawi. Pada sampel seafood dari lingkungan dan pasar ritel, Vp patogen hanya terdeteksi dalam jumlah rendah (<100 sel per-gram).Prevalensi dan tingkat kontaminasi Vp dalam sampel seafood lingkungan dan pasar ritel juga seringkali jauh lebih kecil dari batas maksimum Vp yang diijinkan FDA didalam seafood yang akan dijual (104 sel per-gram).Kondisi ini juga terjadi pada sampel yang diambil selama terjadinya (www.google.com).
Atau dapat dilihat dari kolom dibawah ini :
NO MEDIA CHOLERA ELTOR PARAHAEM NAG
1 Simmon’s citrate Positif Positif Positif Positif
2 Urea agar Negatif Negatif Negatif Negatif
3 Lysine iron agar Positif Positif Positif Positif
4 TCBS Kuning Kuning Hjau Kuning
5 Glucose Asam Asam Asam Asam
6 Lactose Alcalis Alcalis Alcalis Alcalis
7 Manniet Asam Asam Asam Asam
8 Maltose Asam Asam Asam Asam
9 Sacharose Asam Asam Alcalis Asam
10 Oxydatie test Positif Positif Positif Positif
11 Stiring test Positif Positif Positif Positif
12 Haemolysa test Negatif Positif Negatif ?
13 Haemagglutinasi Negatif Positif Negatif ?
14 Polymixin B test Sensitif Resistent Resistent ?
15 Phage test Sensitif Resistent Resistent Resistent


2.4. Media Perbenihan Vibrio sp
Bakteri Vibrio adalah jenis bakteri yang dapat hidup pada salinitas yang relatif tinggi. Menurut Rheinheiner (1985) cit. Herawati (1996), sebagian besar bakteri berpendar bersifat halofil yang tumbuh optimal pada air laut bersalinitas 20-40‰. Bakteri Vibrio berpendar termasuk bakteri anaerobic fakultatif, yaitu dapat hidup baik dengan atau tanpa oksigen. Bakteri Vibrio tumbuh pada pH 4 - 9 dan tumbuh optimal pada pH 6,5 - 8,5 atau kondisi alkali dengan pH 9,0 (Baumann et al., 1984 cit. Herawati, 1996).

Media yang sering digunakan adalah sebagai berikut (Soemarno, 1962).
1) T.C.B.S. Agar plate
Biasanya koloni Vibrio yang tumbuh pada media ini berwarna kuning, koloni sedang - besar, smooth, keping,jernih,tepinya tipis, dilingkari oleh zone berwarna kuning, ada yang koloninya berwarna hijau.

2) Mac Conkey agar
Koloni Vibrio yang tumbuh pada media Mac conkey berukuran kecil-kecil, tidak berwarna atau merah muda dan sedikit cembung.

Beberapa test yang biasa dilakukan yaitu sebagai berikut (Soemarno, 1962):
TSIA : Lereng : Alkali
: Dasar : kuning
: Gas : (+)positif
SIM : Sulfur : (-)negatif
: Indol : (+/-) positif/negatif
: motility : Aktif
SC : (+/-) positif/negatif
Oxidase test ; (+)
Glucose OF : Fermentative
String test : (+)
Catalase test : (-)negative

2.5. Sifat Patogenitas dan Gejala Klinis
Dalam keadaan alamiah, bakteri ini hanya patogen terhadap manusia, tetapi secara eksperimen dapat juga menginfeksi hewan. Hewan laut yang telah terinfeksi Vibrio khususnya Udang, akan mengalami kondisi tubuh lemah, berenang lambat, nafsu makan hilang, badan mempunyai bercak merah-merah (red discoloration) pada pleopod dan abdominal serta pada malam hari terlihat menyala. Udang yang terkena vibriosis akan menunjukkan gejala nekrosis. Serta bagian mulut yang kehitaman adalah kolonisasi bakteri pada esophagus dan mulut. Vibrio tidak bersifat invasif, yaitu tidak pernah masuk kedalam sirkulasi darah tetapi menetap di usus sehingga dapat menyebabkan gastritis pada manusia. Masa inkubasi bakteri ini antara 6 jam sampai 5 hari. Vibrio menghasilkan enterotoksin yang tidak tahan asam dan panas, musinase, dan eksotoksin. Toksin diserap dipermukaan gangliosida sel epitel dan merangsang hipersekresi air dan klorida sehingga menghambat absorpsi natrium. Akibat kehilangan banyak cairan dan elektrolit, terjadilah kram perut, mual, muntah, dehidrasi, dan shock (turunnya laju aliran darah secara tiba-tiba). Kematian dapat terjadi apabila korban kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar. Penyakit ini disebabkan karena korban mengkonsumsi bakteri hidup, yang kemudian melekat pada usus halus dan menghasilkan toksin. Produksi toksin oleh bakteri yang melekat ini menyebabkan diare berair yang merupakan gejala penyakit ini. Proses ini dapat dibuktikan dengan pemberian viseral antibodi. Bila terjadi dehidrasi, maka diberikanlah cairan elektrolit. Immunitas pasif dapat dilakukan dengan memberikan viseral antibodi dan viseral antitoksin yang dapat mengurangi cairan tanpa mematikan kuman. Vibrio jenis lain juga dapat menghasilkan soluble hemolysin yang dapat melisiskan sel darah merah. Struktur antigen Vibrio baik yang patogen maupun nonpatogen memiliki antigen-H tunggal yang sejenis dan tidak tahan panas. Antigen-H ini sangat heterogen dan juga banyak terjadi overlapping dengan bakteri lain. Gartnor dan Venkatraman membagi antigen-O Vibrio menjadi grup O1-O6. Yang patogen bagi manusia adalah grup O1 dari Vibrio coma. Antibodi terhadap antigen-O bersifat protektif sehingga Ogawa, Inaba, dan Hikojima membagi tiga serotip yang mewakili tiga faktor gen yaitu A, B, dan C. Serotip Hikojima atau serotip ketga merupakan campuran antara Ogawa dan Inaba. Atau untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut :
Serotip Faktor O
Ogawa AB
Inaba AC
Hikojima ABC

Masa inkubasi bakteri ini antara 6 jam sampai 5 hari. Pada Vibrio parahaemolyticus gejala berlangsung sampai 10 hari, rata-rata 72 jam. Sumber penularannya adalah melalui air, makanan, dan minuman yang terkontaminasi oleh lalat. Serta hubungan antar manusia, yaitu orang yang sedang sakit, orang yang telah sembuh dari penyakit, dan orang yang tidak pernah sakit tetapi membawa bibit penyakit atau healthy carrier. Penyebarannya juga bisa melalui air yang tercemar, bakteri ini termasuk jenis opportunistic pathogen yang dalam keadaan normal ada dalam lingkungan pemeliharaan, kemudian berkembang dari sifat yang saprofitik menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya memungkinkan. Bakteri Vibrio yang patogen dapat hidup di bagian tubuh organisme lain baik di luar tubuh dengan jalan menempel, maupun pada organ tubuh bagian dalam seperti hati, usus dan sebagainya. Menurut Wagiyo (1975) dampak langsung bakteri patogen dapat menimbulkan penyakit, parasit, pembusukan DNA toksin yang dapat menyebabkan kematian biota yang menghuni perairan tersebut.Jika semua ikan dan hewan laut mati atau terkena vibriosis, maka akan menyebabkan penyakit bagi manusia yang memakannya dengan gejala awal seperti mual, muntah, diare, dan kejang perut sehingga bila terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektorlit secara berlebihan, dehidrasi, kolaps sirkulasi, dan anuri. Penyakit ini biasanya hanya dianggap sebagai diare biasa dan masyarakat hanya menganggap remeh serta tidak ditindaklanjuti atau tidak segera diobati sehingga dapat didapatkan angka kematian tanpa pengobatan sebanyak 25-50%. Di Jepang, 5% diare disebabkan oleh Vibrio parahaemolyticus(www.google.com).
2.6. Resistensi
Antibiotik merupakan suatu senyawa kimia yang sebagian besar dihasilkan oleh mikroorganisme, karakteristiknya tidak seperti enzim, dan merupakan hasil dari metabolisme sekunder. Penggunaan antibiotik yang berlebih pada tubuh manusia dapat menyebabkan resistensi sel mikroba terhadap antibiotik yang digunakan. Resistensi sel mikroba adalah suatu sifat tidak terganggunya sel mikroba oleh antibiotik. Sejumlah isolat Vibrio yang diisolasi dari udang ternyata resisten terhadap berbagai macam antibiotik seperti spektinomisin, amoksisilin, kloramfenikol, eritromisin, kanamisin, tetrasiklin, ampisilin, streptomisin, dan rifampisin(google.com).
2.7. Pengobatan
Mengatasi terjadinya dehidrasi dengan pemberian pediatric cholera solution yang banyak mengandung K+ dan HCO3?. Pemberian antibiotic tetrasiklin yang dapat mempersingkat masa pemberian caira atau rehirdasi. Sedangkan pada Vibrio parahaemolyticus adalah dengan pemberian antibiotika kloramfenikol, kanamisin, tetrasiklin, dan sefalotin(www.google.com).
2.8. Pencegahan
 Pendidikan kesehatan (health education)
 Perbaikkan sanitasi khususnya control terhadap vector lalat
 Vaksinasi dapat melindungi orang-orang yang kontak langsung dengan penderita. Berapa lama efek proteksinya belum diketahui. Untuk mengatasi epidemic, efeknya belum jelas. Yang penting adalah efek psikologisnya.
 Diadakan perhatian khusus kepada pekerja-pekerja kapal, perenang, dan juru masak seafood karena habitat dari bakteri ii adalah di laut.
 Pengolahan dan penyimpanan makanan laut harus cermat.


BAB III
METODE KERJA

3.1 Tujuan Pemeriksaan
Untuk mengetahui langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengidentifikasi Vibrio sp.

3.2 Alat dan Bahan
Alat
Objeck Glass Autoclave
Ose Bulat Tabung Reaksi
Ose Lurus Pipet Tetes
Lampu Spiritus Botol
Mikroskop

Reagen
Carbol Gentian Violet Indicator Methyl Red
Lugol Indikatot BTB
Alcohol 96% α – Naphtol 1 %
Air Fuchsin KOH 1%

Sampel
Air Es Kelapa Gerobak 4 Depan Telkom Pettarani.

Media
- TCBS (Thiosulfate Citrate Bile Salt Sucrose)
- MC (Mac Conkey)
- TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
- Media Biokimia (MR/VP, SIM, Gula-gula, Urea, SCA)


3.3 Prosedur Kerja Pemeriksaan Vibrio sp
 Hari I

 Specimen urin di centrifuge kemudian supernatannya dilakukan pewarnaan gram.
 Dengan specimen yang sama, diambil dengan menggunakan ose steril untuk kemudian ditanam pada media BHIB pada suhu 37o C selama 24 jam.

 Hari II
Bakteri yang tumbuh pada media BHIB ditanam dengan menggunakan ose steril pada media TCBS dan Mac conkey.Semua media yang telah ditanami diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37o C.

 Hari III
 Koloni tersangka yang ditanam pada media selektif TCBS, kemudian ditanam pada media differensial Triple Sugar Iron Agar (TSIA). Diinkubasikan selama 1x24 jam suhu 37°C
 Hari IV
 Dengan koloni yang sama, ditanam pada media gula-gula (glukosa, sukrosa, manitol, maltose dan laktosa ) , media MR/VP, SC dan SIM
 Semua media yang telah ditanami dengan biakan, diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam.
 Hari V
 Media selektif TCBS dan media uji biokimia (gula-gula, SIM, MR/VP, SC, TSIA ) diamati pertumbuhannya.
 Untuk media SIM, ditambahkan dengan reagen Covac’s
 Untuk media MR, ditambahkan dengan reagen Metil Red
 Untuk media VP, ditambahkan dengan KOH 10 % dan α-naftol
 Hasil pengamatan, disesuaikan dengan table pengamatan biokimia untuk menentukan spesies bakteri Vibrio



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
 Hari ke I
Hasil pewarnaan gram

Bakteri gram negatif (-)
Bentuk koma




Hasil Penanaman pada media TCBS dan MC


TCBS MC
Ciri-ciri koloni :
TCBS : Koloni sedang-besar, berwarna hijau, jernih, smooth, keping, tepinya tipis, ada koloni yang berwarna kuning dengan zona yang berwarna kuning juga.
MC : Koloni kecil-kecil, sedikit cembung, tidak berwarna atau merah muda, smooth.
 Hari ke II
Hasil penanaman pada media differensial TSIA


Alkali

Acid

 Hari ke III
Hasil Uji Biokimia

Media gula-gula

Ket :
• MR = Positif (+)
• SIM Sulfur = Negatif (-)
Indol = Positif (-)
Motiliti = Positif (+)

• SCA = Positif (+)
• Gula-gula = Glukosa (+), laktosa (+), maltosa (+), fruktosa (+), mannitol (+).
• TSIA = alkali-acid, gas (-), H2S (-)

4.2 Pembahasan

• Pewarnaan :
Bakteri terlihat berbentuk basil bengkok berwarna merah, hal ini menandakan bahwa bakteri tersebut mengikat zat warna merah dari safranin.

• Media – media Perbenihan :
TCBS :
MC :

• Media Differensial dan Uji Biokimia :
TSI Agar
Pada pengamatan, terlihat lereng yang berwarna merah sedangkan dasarnya berwarna kuning (alkali-acid). Hal ini menandakan bakteri yang tumbuh pada media ini hanya mampu memfermentasi glukosa (bagian dasar) dan tidak mampu memfermentasi laktosa dan sukrosa (bagian lereng).

Gula-gula
Media ini berfungsi untuk melihat kemampuan bakteri memfermentasikan jenis karbohidrat, jika terjadi fermentasi maka media terlihat berwarna kuning kerena perubahan pH menjadi asam. Vibrio sp memfermentasikan semua gula-gula menjadi asam.


SIM :
• S (sulfur). Adanya sulfur dapat dilihat ketika media berubah menjadi hitam. Namun pada hasil pertumbuhan bakteri pada media ini, tidak terjadi perubahan warna tersebut. Hal ini menandakan bakteri yang tumbuh tidak mampu mendesulfurasi cysteine yang terkandung dalam media SIM.
• I (indol). Reaksi indol hanya bisa dilihat ketika pertumbuhan bakteri pada media ini ditambahkan dengan reagen Covac’s. Indol dikatakan positif jika terdapat cincin merah pada permukaannya. Warna merah dihasilkan dari resindol yang merupakan hasil reaksi dari asam amino tryptopan menjadi indol dengan penambahan Covac's. Bakteri yang mampu menghasilkan indol menandakan bakteri tersebut menggunakan asam amino tryptopan sebagai sumber carbon. Pada hasil pengamatan diperoleh Indol negative sehingga dapat disimpulkan bakteri yang tumbuh tidak menggunakan asam amino tryptopan sebagai sumber carbonnya.
• M (motility). Pergerakan bakteri dapat terlihat pada media ini berupa berkas putih di sekitar tusukan. Adanya pergerakan ini bisa dilihat karena media SIM merupakan media yang semi solid. Pada hasil pengamatan diperoleh motility positif. Hal ini menandakan bakteri mempunyai alat gerak dalam proses pertumbuhannya.

MR (Methyl Red)
Setelah ditambahkan dengan indicator metil red, media berubah menjadi merah (positif). Berarti terjadi fermentasi asam campuran (asam laktat, asam asetat, dan asam formiat) oleh bakteri.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dan identifikasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa sampel es kelapa muda gerobak 4 depan Telkom Pettarani yang diperiksa terdapat bakteri Vibrio anguillarum dalam sampel.

5.2 Saran

Dalam melakukan pemeriksaan pada specimen, perlu memperhatikan prosedur kerja tetap identifikasi bakteri Vibrio, agar hasil identifikasi yang diperoleh murni dari satu genus bakteri yang diinginkan.


DAFTAR PUSTAKA
Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s. 2007. Mikrobiologi Kedokteran. Surabaya: Salemba Medika
Entjang I. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Jawetz dkk, 2007. Mikrobiologi Kedokteran edisi 23.Jakarta: Kedokteran EGC.
Anomi, 2005. Gambar Vibrio Sp.
Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s. 2007. Mikrobiologi Kedokteran. Surabaya: Salemba Medika
Http://id.wikipedia.org/wiki. Vibrio Sp.
Manos,J, Wagner, GE. Mycobacteria in Microbiologi and Infectious Disease.1997

Kamis, 06 Mei 2010

SAMPLING DARAH KAPILER

Prinsip :
Melakukan penusukkan pada bagian ujung jari secara aseptis untuk mendapatkan sempel darah perifer.

Alat – alat / bahan :
1. Lancet steril.
2. Kapas alkohol.
3. Tabung penampung ukuran mikro.
4. Kapas kering.
5. Mikropore.
6. Penghangat tumit ( handuk hangat dsb ).

Cara kerja :
1. Dibersihkan dengan kapas alkohol 70 % bagian yang akan ditusuk, biarkan kering dengan sendirinya.
2. Bagian jari yang akan ditusuk dipegang agar tidak bergerak dan jangan diremas.
3. Tusuk dengan cepat memakai lancet steril dengan posisi lancet tegak lurus.
4. Tetes darah pertama dilap dengan kertas kering, tetes berikutnya diperlukan sebagai sempel sesuai keperluan pemeriksaan.
5. Setelah selesai diambil darahnya, bekas luka ditutup dengan kapas kering dan diplester dengan mikropore.

Pembahasan :
1. Pada orang dewasa diambil pada ujung jari tangan kedua, ketiga dan keempat, anak daun telinga, pada anak – anak dan bayi diambil pada bagian ibu jari kaki dan tumit.
2. Tusuklah agak dalam agar darah mudah keluar ( ± 2.4 mm ).
3. Jangan menekan jari, telinga atau tumit yang ditusuk untuk mendapatkan darah karena akan bercampur dengan cairan jaringan.
4. Jangan menusuk pada bagian yang sudah pernah diambil.
5. Jangan menusuk paralel dengan guratan sidik jari, sebab darah akan mengalir kebawah jari dan akan sulit ditampung.
6. Jika bagian tubuh yang akan diambil terasa dingin jangan ditusuk sebab darah yang akan keluar akan sedikit, sebaiknya dihangatkan dahulu.

Kesimpulan :
Sampling darah sangat dipengaruhi pemeriksaan, untuk itu hindari darah yang beku dan bercampur cairan jaringan serta hindari teknik pengambilan yang kurang baik.

Daftar Pustaka :
R. Ganda Subrata ; Penuntun Laboratorium Klinik, PT. Dian Rakyat, 1985
tyar Lande

Sabtu, 17 April 2010

MEDIA DAN REAGENSIA

LAPORAN PRAKTIKUM I

I. Hari/ Tanggal : Senin, 15 Maret 2010
II. Judul Praktikum : Pembuatan Reagen

A. Pembuatan Larutan HCl 0,1 N
 Alat dan Bahan
 Alat :
- Karet penghisap
- Labu ukur
- Pipet takar
- Pipet tetes
- Gelas ukur
- Botol reagen
 Bahan
- HCl 37 %
- Aquadest

 Perhitungan
N. larutan induk (N1) =

=

= 12,06

 ml larutan yang dipipet
N1 x V1 = N2 x V2
12,06 x V1 = 0,1 x 100
V1 = 10_
12,06
V1 = 0,829 ml = 0,83 ml

 Prosedur Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan dengan lengkap.
2. Pipet HCl 37% sebanyak 0,83 ml dengan menggunakan pipet takar.
3. Masukkan ke dalam labu ukur 100 ml yang sebelumnya telah diisi dengan sedikit aquadest.
4. Tambahkan aquadest hingga mencapai tanda batas.
5. Kenudian kocok larutan hingga homogen.
6. Pindahkan secara kuantitatif ke dalam botol reagen.
7. Berikan label yang berisi keterangan : nama larutan, tgl. Pembuatan, dan pembuatnya.
8. Setelah selesai, bersihkan semua alat yang telah dipergunakan.


 Kesimpulan
Jadi, untuk membuat larutan HCl 0,1 N dibutuhkan HCl 37% sebanyak 0,8 ml.

B. Pembuatan Larutan Turk
 Alat dan Bahan
 Alat
- Pipet volume
- Labu ukur
- Kaca arloji
- Gelas ukur
- Beaker gelas
- Corong
- Kertas saring
- Batang pengaduk
- Botol reagen
 Bahan
- Larutan gentian violet 1% dalam air 1 ml.
- Asam asetat glasial ( CH3COOH ) 1 ml
- Aquadest 100 ml
 Prosedur Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan dengan lengkap.
2. Timbang semua bahan satu per satu sesuai dengan yang diperlukan.
3. Tuang semua bahan ke dalam gelas kimia.
4. Larutkan dahulu dengan sedikit aquadest, aduk dengan menggunakan batang pengaduk.
5. Pindahkan larutan ke dalam labu ukur 100 ml.
6. Tambahkan aquadest sampai tanda batas, kocok sampai larutan menjadi homogen.
7. Pindahkan isi labu secara kuantitatif ke dalam botol reagen, berilah keterangan : nama larutan. Tgl.pembuat, pembuatnya.
8. Bersihkan alat – alat yang telah dipergunakan.

C. Pembuatan Larutan Hayem
 Alat dan Bahan
 Alat
- Cawan poselen
- Labu ukur
- gelas ukur
- pipet tetes
- beaker gelas
- sendok tanduk
- Neraca
- Corong
- Kertas saring
- Botol reagen
 Bahan
- Na2SO4 (berair kristal) 5 gr
- NaCl 1 gr
- HgCl (Merkuri Chlorida) 0,5 gr
- Aquadest 200 m

 Prosedur Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan dengan lengkap.
2. Timbang semua bahan satu per satu seduai deangan yang diperlukan.
3. Tuang semua bahan ke dalam beaker gelas, bersihkan cawan porselen dengan aquadest.
4. Larutkan dahulu dengan sedikit aquadest,aduk dengan menggunakan batang pengaduk.
5. Pindahakan ke dalam labu ukur 100 ml.
6. Tambahkan aquadest sampai tanda batas, kemudian kocok larutan hingga homogen.
7. Pindahkan secara kuantitatif ke dalam botol reagen, berilah keterangan : nama larutan, tgl. pembuatan, pembuatnya.
8. Bersihkan semua alat – alat yang telah dipergunakan.




D. Pembuatan Larutan EDTA 10 %
 Alat dan Bahan
 Alat
- Sendok tanduk
- Cawan porselen
- Gelas ukur
- Pipet tetes
- Beaker glass
- Batang pengaduk
- Corong
- Neraca
- Botol reagen

 Bahan
- EDTA (Etilen Diamin Tetra Acetat)
- Aquadest

 Perhitungan

% =


10 % =

Berat = 0,1 x 100
= 10 gram

 Prosedur Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yanfgdiperlukan dengan lengkap.
2. Timbang dengan teliti EDTA sebanyak ± 10 gram.
3. Kemudian pindahkan ke dalam beaker glass, bilas cawan dengan sedikit aquadest.
4. Tamabahkan lagi sedikit aquadest, aduk larutan hingga homogen.
5. Pindahkan ke dalam labu ukur.
6. Kemudian impitkan dengan aquadest hingga mencapai tanda batas, dan kocok larutan hingga homogen.
7. Pindahkan larutan secara kuantitatif ke dalam botol reagen, berilah keterangan : nama larutan, tgl.pembuatan, dan pembuatnya.
8. Bersihkan semua alat – alat yang telah dipergunakan.

 Kesimpulan
Jadi, untuk membuat EDTA 10% dibutuhkan EDTA serbuk sebanyak 10 g.

E. Pembuatan Larutan Natrium Citrate 3,8 %
 Alat dan Bahan
 Alat
- Sendok tanduk
- Cawan porselen
- Gelas ukur
- Pipet tetes
- Beaker glass
- Batang pengaduk
- Corong
- Neraca
- Botol reagen
 Bahan
- Natrium citrate
- Aquadest


 Perhitungan

% =

3,8 % =

Berat = 0,38 x 100
= 3.8 gram

 Prosedur Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan dengan lengkap.
2. Timbang dengan teliti Natrium citrate sebanyak ± 3,8 gram.
3. Kemudian pindahkan ke dalam beaker glass, bilas cawan dengan sedikit aquadest.
4. Tambahkan lagi sedikit aquadest, aduk larutan hingga homogen.
5. Pindahkan ke dalam labu ukur.
6. Kemudian impitkan dengan aquadest hingga mencapai tanda batas, dan kocok larutan hingga homogen.
7. Pindahkan larutan secara kuantitatif ke dalam botol reagen, berilah keterangan : nama larutan, tgl.pembuatan, dan pembuatnya.
8. Bersihkan semua alat – alat yang telah dipergunakan.

 Kesimpulan
Jadi, untuk membuat Natrium citrat 3,8% sebanyak 100 ml dibutuhkan Natrium citrat padatan sebanyak 3,8 g.

RAPAT KERJA MHJ. ANALIS KESEHATAN

LATAR BELAKANG

Dalam era globalisasi yang kian kompetitif, segenap komponen bangsa dituntut untuk memiliki kualitas diri yang optimal. Standar kompetensi dalam berbagai bidang dan tingkat profesionalisme menjadi isu utama yang berlaku global, sehingga persaingan dalam dunia kerjapun semakin ketat.

Sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi di Indonesia, Politeknik sangat diharapkan dan dituntut untuk mempersiapkan lulusan berdaya saing tinggi dan secara optimal mampu memenuhi kebutuhan dunia Kesehatan.

Namun keberhasilan dalam memenuhi tuntutan kualitas tersebut sangat ditentukan oleh kemampuan dan keaktifan Politeknik untuk selalu mengkaji, mengevaluasi proses pendidikannya dan melakukan inovasi serta kreatif dalam menghasilkan karya, baik lulusan maupun produk riset terapannya. Peran hubungan antara unsur Politeknik sebagai produsen Sumber Daya Manusia dan kesehatan sebagai pengguna menjadi kuncinya.

Untuk itu, hubungan kerjasama antara Politeknik dengan dunia kesehatan yang terjalin selama ini perlu lebih ditingkatkan, untuk memperluas daya serap lulusan Politeknik. Berbagai konsep hubungan harmonis antara unsur perguruan tinggi, dunia kerja dan kesehatan telah dibuat. Faktanya adalah masih teridentifikasi jarak antara keduanya, sehingga berdampak pada pelemahan potensi yang dimiliki.

Khusus untuk pendidikan Politeknik masih banyak pihak kesehatan pengguna lulusan belum memahami potensi yang dimiliki. Dibutuhkan suatu konsep dan strategi yang tepat dalam menghubungkan, menyebarluaskan dan mengembangkan bentuk kerjasama saling menguntungkan antara Politeknik dengan stakeholder-nya.

DASAR PEMIKIRAN

Saat ini Indonesia sedang mengalami pembangunan disegala bidang termasuk juga dalam bidang kemahasiswaan. Himpunan mahasiswa Jurusan HMJ. Analis Kesehatan yang menaungi kemahasiswaan Politenik seluruh Indonesia harus mampu merespon dan mengambil peran dalam pembangunan dibidang pendidikan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang siap bersaing dalam dunia kesehatan yang berkesinambungan.

Melalui kemampuan dan keaktifan,politeknik harus senantiasa mampu mengkaji dan mengevaluasi proses pendidikannya serta melakukan inovasi,selektif dalam menghasilkan karya yang nyata bagi lulusan sebagai jembatan antara Politeknik, kesehatan dan masyarakat. Sebagian besar Mahasiswa Politeknik masih belum mencerminkan sikap insan akademis yang memiliki etika, komunikasi skill, nalar dalam bertindak, pemahaman hak dan kewajiban sebagai warga Negara Indonesia.

Mahasiswa hendaknya tampil sebagai kekuatan Moral (Moral Force) dan menyuarakan nurani masyarakat (social conscience) mahasiswa insan akademis, yang selalu memberikan ide kreatif dan menawarkan alternatif pemecahan masalah. Citra ini perlu dikukuhkan oleh prilaku mahasiswa pada umumnya.

Karenanya diperlukan penggalian potensi diri Politeknik yang lebih intens. Untuk menjawab tantangan sekaligus tuntutan masyarakat bukan sebagai ancaman tetapi sebagai peluang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.


TUJUAN

* Mengembangkan kegiatan Mahasiswa sesuai dengan Visi dan Misi Perguruan Tinggi.

* Mengembangkan penalaran dan ke ilmuan, penelusuran minat dan kemampuan, kesejahteraan, kepedulian berlandaskan kaidah Akademis, serta Moral, Etika untuk kepentingan Masyarakat.

* Menyamakan persepsi pada implementasi program kemahasiswaan Politeknik seluruh Indonesia dalam bingkai :

o Persaudaraan;

o Kepedulian;

o Rasa kebersamaan;

o Dan Partisipasi aktif.

NAMA & TEMA KEGIATAN

Nama Kegiatan :
Rapat Kerja HMJ. ANALIS KESEHATAN POLTEKKES MAKASSAR.

Tema Kegiatan :
"Melalui Potensi Diri Kita samakan persepsi implementasi program kemahasiswaan dalam bingkai persaudaraan, kepedulian, kebersamaan dan partisipasi aktif menghasilkan lulusan berkwalitas".

WAKTU & TEMPAT PELAKSANAAN

Hari : Minggu
Tanggal : 18 April 2010
Tempat : Ruang C. ANALIS KESEHATAN POLTEKKES MAKASSAR




PENUTUp

Demikian, ini disusun dengan harapan agar Raker HMJ. ANALIS KESEHATAN POLTEKKES MAKASSAR dapat berlangsung dengan sukses. Terima kasih.

Selasa, 13 April 2010

PEWARNAAN BTA ( Zeihl neelsen)

LABORATORIUM BAKTERIOLOGI TGL. PRAKTIKUM 7 April 2010
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES MAKASSAR



PEWARNAAN BTA
( BASIL TAHAN ASAM )
Metode Zeihl-Neelsen

Oleh :

RUSDIN
PO.71.3.203.09.1.045


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES MAKASSAR
MAKASSAR
2010


LABORATORIUM BAKTERIOLOGI
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLTEKNIK KESEHATAN DEPKES MAKASSAR

LAPORAN PRAKTIKUM
NAMA : RUSDIN
STAMBUK : PO.71.3.203.09.1.045
KELOMPOK : III
JUDUL PERC. : PEWARNAAN BTA
PEMBIMBING : 1. LEONARDUS, SKM.,M.MKes
2. HASNAWATI, S.Si
3. MUKHLIS, AMAK


Makassar, 7 April 2010
Praktikan


( RUSDIN )



I. Hari/tanggal : Selasa, 5 April 2010
II. Judul Praktikum : Pewarnaan Tahan Asam ( Zeihl neelsen )
III. Tujuan Praktikum
1. Melihat morfologi dan sifat tahan asam dari bakteri
2. Untuk mencari BTA
IV. Dasar Teori
Salah satu bahan yang digunakan untuk mendiagnosa adalah dahak atau sputum. Dahak yang diperiksa paling sedikit 3-5 cc. Jika jumlah kuman kurang dari 5000 dalam 1 cc dahak, maka itu tidak akan kelihatan di bawah mikroskop.
Dahak yang diambil ialah dahak yang kental kuning kehijauan sebanyak 3-5 cc, dengan waktu pengambilan sebagai berikut :
 Dahak sewaktu, penderita datang berobat dengan keluhan apa saja ke poliklinik.
 Dahak pagi, yang diambil besok paginya begitu bangun tidur
 Dahak sewaktu, yang diambil sewaktu penderita mengantar dahak pagi tersebut.
Ludah tidak dapat diperiksa karena ludah berasal dari kelenjar dalam rongga mulut. Biasanya dalam ludah tidak terdapat kuman TB.
Bakteri tahan asam adalah bakteri yang mempertahankan zat warna karbol-fuchsin (fuchsin basayang dilarutkan dalam suatu campuran phenol-alkohol-air) meskipun dicuci dengan asam klorida dalam alkohol. Sediaan sel bakteri pada gelas alas disiram dengan cairan karbol fuchsin kemudian dipanaskan sampai keluar uap. Setelah itu, zat warna dicuci dengan asam alkohol dan akhirnya diberi warna kontras (biru atau hijau). Bakteri-bakteri tahan asam (spesies Mycobakterium dan beberapa Actinomycetes yang serumpun) berwarna merah dan yang lain-lain akan berwarna sesuai warna kontras.
Mycrobakteria adalah bakteri aerob berbentuk batang, yang tidak membentuk spora. Walaupun tidak mudah diwarnai bakteri ini tahan terhadap penghilangan warna (deklorisasi) oleh asam atau alkohol dan karena itu dinamakan basil tahan asam. Ciri –ciri khas Mycobakterium tuberculosis dalam jaringan, basil tuberkel merupakan batang ramping lurus berukuran kira-kira 0,4 x 3 µm. Pada perbenihan buatan terlihat bentuk coccus dan filamen. Mycobakteria tidak dapat diklasifikasikan sebagai gram positif atau gram negatif. Sekali diwarnai dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol, meski dibubuhi dengan iodium. Basil tuberkel yang sebenarnya ditandai oleh sifat tahan asam misalnya 95 % etil alkohol yang mengandung 3 % asam hidroklorida (asam alkohol) dengan cepat akan menghilangkan warna semua bakteri kecuali Mycobakteria. Sifat tahan asam ini bergantung pada integritas struktur selubung berlilin. Pada dahak atau irisan jaringan, Mycobakteria dapat diperlihatkan karena memberi fluoresensi kuning jingga setelah diwarnai dengan zat warna fluorokrom (misalnya auramin, rodamin).
V. Alat dan Bahan
 Alat
o Mikroskop
o Ose
o Lampu spritus
o Objek gelas
o Gelas sediaan
 Bahan
o Sputum/dahak
o Carbol Fuchsin
o Alkohol 70%
o methylen blue 0,3%
o Minyak Immersi
VI. Metode Kerja :
1. Pakailah masker
2. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
3. Diambil kaca sediaan yang bersih, bebas lemak dan tidak ada goresan.
4. Disiapkan sebuah kaca sediaan yang diberi tanda ukuran 2X3 cm sebagai pola.
5. Diletakkan kaca pola dibawah kaca sediaan.
6. Lampu speritus dinyalakan dan ose dipanaskan sampai membara mulai ujung sampai kepangkal.
7. Dengan menggunakan ose steril lalu diambil bagian sputum yang kental berwarna putih kekuninggan atau putih kehijauan, lalu diletakkan pada kaca sediaan.
8. Sputum diratakan
9. Kemudian tangkai ose digoyangkan pelan-pelan untuk melepaskan sisa partikel sputum yang melekat pada ose.
10. Letakkan ose berdekatan pada api spiritus, setelah kering barulah dibakar sampai pijar.
11. Keringkan sediaan pada suhu kamar, jangan dikeringkan di atas nyala api. sediaan dilewatkan diatas nyala api lampu speritus sebanyak 3 X selama 3-5 detik.
12. Letakkan sediaan di atas rak pewarnaan dengan apusan menghadap ke atas.
13. Tuangkan Carbol Fuchsin sampai menutupi seluruh permukaan kaca sediaan.
14. Panaskan kaca sediaan secara hati-hati dengan caara melewatkan nyala api pada bagian bawah kaca sehingga keluar uap(jangan sampai mendidih) selama 3 menit.
15. Sediaan dibiarkan hingga dinginn selama 5 menit.
16. Sediaan dicuci dengan air mengalir.
17. Tuangkan asam alkohol 70% di atas kaca sediaan sampai warna merah dari fuchsin hilang.
18. Sediaan dicuci dengann air mengalir
19. Tuangkan larutan methylen blue 0,3% diatas sediaan dan biarkan selama 10-20 detik atau larutan methylen blue 0,1% selama 1 menit.
20. Sediaan dicuci dengan air mengalir dan keringkan pada suhu kamar.
21. Sediaan yang sudah kering diperiksa dibawah mikroskop.
22. Teteskan satu tetes minyak emersi diatas sediaan, periksa dengan okuler 10X dan objektif 100X.
23. Carilah basil tahan asam (BTA) yang berwarna merah dengan latar belakang biru.
24. Periksa paling sedikit 100 lapangan pandang dengan cara menggeserkan sediaan dari kiri ke kanan atau dari kanan ke kiripada garis lurus.
25. Foto hasil pengamatan dan buatkan laporan
VII. Pembahasan
Pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA) merupakan uji makroskopik yang memiliki nilai diagnosa yang tinggi karena pemeriksaan tersebut dapat memangkas isolasi bakteri yang akan memakan waktu sampai 8 minggu. Cara pengambilan spesimen harus di perhatikan, contohnya dalam pengambilan sampel darah atau dahak / sputum bukan hanya harus dilakukan secara aseptik untuk menghindari kontaminasi, namun juga harus diperhatikan waktu pengambilannya, karena infeksi bakteri memiliki siklus tertentu. Hati-hati dengan hasil false positive dan false negative. False positif maksudnya dalam sampel seharusnya tidak ditemukan bakteri namun dalam pelaporan / pengerjaan ditemukan bakteri. Hal ini bisa terjadi bila dalam pengerjaan terjadi kontaminasi. False negatif maksudnya dalam sampel seharusnya terdapat bakteri namun dalam pengerjaan / pelaporan tidak ditemukan bakteri. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya ketelitian dalam penggunaan ose.
Dinding bakteri yang tahan asam mempunyai lapisan lilin dan lemak yang sukar ditembus cat. Oleh karena pengaruh fenol dan pemanasan maka lapisan lilin dan lemak itu dapat ditembus cat basic fuchsin. Pada waktu pencucian lapisan lilin dan lemak yang terbuka akan merapat kembali. Pada pencucian dengan asam alkohol warna fuchsin tidak dilepas. Sedangkan pada bakteri tidak tahan asam akan luntur dan mengambil warna biru dari methylen blue.
Pembacaan hasil dilakukan dengan menggunakan skala IUATLD sebagai berikut :
• Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang : Negatif
• Ditemukan 1-9 BTA/ 100 lapangan pandang : Ditulis jumlah kuman yang ditemukan.
• Ditemukan 10-99 BTA/ 100 lapangan pandang : + (1+)
• Ditemukan 1-10 BTA/ 1 lapangan pandang : ++ (2+)
Ditemukan > 10 BTA/ 1 lapangan pandang : +++ (3+)
VIII. Hasil Pengamatan






IX. Kesimpulan
Setelah dilakukan pewarnaan di laboratorium secara mikroskopik, dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen dapat dilakukan identifikasi bakteri tahan asam, dimana bakteri akan terbagi menjadi dua golongan:
 Bakteri tahan asam, adalah bakteri yang pada pengecatan Ziehl-Neelsen tetap mengikat warna pertama, tidak luntur oleh asam dan alkohol, sehingga tidak mampu mengikat warna kedua. Dibawah mikroskop tampak bakteri berwarna merah dengan warna dasar biru muda.
 Bakteri tidak tahan asam, adalah bakteri yang pada pewarnaan Ziehl-Neelsen, warna pertama, yang diberikan dilunturkan oleh asam dan alkohol, sehingga bakteri akan mengikat warna kedua. Dibawah miskroskop tampak bakteri berwarna biru tua dengan warna dasar biru yang lebih muda.
 Interpretasi hasil : BTA : warna merah dan Non BTA : warna biru

MENGENAL ISTILAH IKTERUS

Ikterus adalah suatu sindroma yang dikarakteristikan oleh adanya hiperbilirubunemia dan deposit pigmen empedu pada jaringan termasuk kulit dan memberan mukosa (Kisaran normal pada anjing dewasa 0.1 – 0.6 mg/dl; kucing 0.12 – 0.3 mg/dl). Ikterus biasanya dapat dideteksi pada sclera, kulit, atau urin yang menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2 – 3 mg/dl. Bilirubin serum normal adalah 0.3 – 1.0 mg/dl. Jaringan permukaan yang kaya elastin, seperti sclera dan permukaan baeah lidah, biasanya menjadi kuning pertama kali.

Pada individu normal, pembentukan dan eksresi bilirubin berlangsung melalui langkah-langkah seperti yang terlihat dalam gambar 2. Sekitar 80 – 85 % bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam system monosit-makrofag. Masa hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari dihancurakan sekitar 50 ml darah, dan menghasilkan 250 sampai 350 mg bilirubin. Kini diketahui bahwa sekitar 15 – 20 % pigmen empedu total tidak bergantung pada mekanisme ini, tetapi berasal dari dekstruksi sel eritrosit matur dalam sumsum tulang (hematopoiesis tak efektif) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati.

Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi dalam limpa), globin mula-mula dipisahkan dari heme, setelah itu heme diubah menjadi biliverdin. Bilirubin unconjugated (disebut dengan bilirubin bebas, bilirubun pre hepatic atau bilirubin reaksi tidak langsung) kemudian dibentuk dari biliverdin. Biliverdin adalah pigmen kehijauan yang dibentuk melalui oksidasi bilirubin. Bilirubin unconjugated larut dalam lemak, tidak larut dalam air, dan tidak dapat dieksresikan dalam empedu atau urine. Bilirubin unconjugated berikatan dengan albumin dalam suatu kompleks larut air, kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Metabolisme bilirubin didalam hati berlangsung dalam tiga langkah : ambilan, konjugasi, dan eksresi. Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati, yaitu yang di beri symbol sebagai Y dan Z (lihat Gambar, 2 ) konjugasi bilirubin dengan asam glukoronat dikatalisasi oleh enzim glukoronil transferase dalam reticulum endoplasma. Bilirubin conjugated tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air dan dapat dieksresikan dalam empedu dan urine.

Langkah terakhir dalam metabolisme bolirubin hati adalah traspor bilirubin unconjugated melalui memberan sel kedalam empedu melalui suatu proses aktif. Bilirubin unconjugated tidak dieksresikan kedalam empedu, kecuali setelah proses foto-oksidasi atau fotoisomerasi (lihat pembahasan berikut).

Bakteri usus mereduksi bilirubin conjugated menjadi serangkaian senyawa yang disebut sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat ini menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 10 – 20 % urobilinogen mengalami siklus enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil dieksresikan dalam urine.

Adanya peningkatan level bilirubin dalam plasma (hiperbilirubinemia) dapat terjadi akibat 6 gangguan utama :
1. Produksi bilirubin unconjugated yang berlebihan karena haemoglobin.
2. Gangguan up-take bilirubin unconjugated oleh sel hati yang tidak sempurna.
3. Konjugasi dari bilirubin unconjugated yang tidak sempurna oleh sel hati.
4. Eksresi bilirubin conjugated oleh sel hati yang tidak sempurna
5. Obstruksi aliran empedu dalam hati sering karena peradangan yang menyebabkan pembengkakan sel.
6. Obstruksi aliran empedu diluar hati karena adanya sumbatan atau tekanan pada duktus empedu
Ikterus/jaundice dapat terjadi akibat tidak sempurnanya level metabolisme bilirubin, produksi berlebihan, terganggunya penghantaran pada sel hati , tidak sempurna up take, gangguan konjugasi, tidak sempurnanya eksresi kedalam canalikuli atau obstruksi drainase pada duodenum.

Ikterus/jaundice pada dasarnya diklasifikasikan sebagai hemolitik, hepatoseluler atau obstruksi (cholestasis), walaupun kadang terjadi tumpang tindih terutama antara tipe hepatoseluler dan obstuksi. Test yang sering digunakan untuk mengukur level bilirubin adalah reaksi Van Den Berg yang menggunakan suatu larutan beralkohol pada test bilirubin total (conjugated, unconjugated) dan yang menggunakan larutan berair hanya untuk mengukur bilirubin conjugated. Selisih antara keduanya merupakan level bilirubin unconjugated.


Penyebab peningkatan level bilirubin plasma (hiperbilirubinemia) :
1. Bilirubin unconjugated dapat terjadi pada :
a. Haemolysis akut parah
b. Penyerapan haematom besar atau haemoragi internal sangat besar
c. Transfusi RBC yang disimpan

Haemolysis akut parah dapat terjadi karena pelepasan sejumlah besar Hb yang cepat kedalam plasma yang merupakan gambaran dari haemolysis intravaskular. Sejumlah besar bilirubin (unconjugated) dibentuk secara besar-besaran melebihi kapasitas hati untuk konjugasinya. Peningkatan bilirubin unconjugated plasma dapat sebagai akibat peningkatan produksi pigment (haemolisin atau erytropoiesis tidak efektif) atau gangguan up take hati atau konjugasi dari bilirubin. Pada ikterus haemolitik hiperbilirubinemia awlnya secara karakteristik ditandai oleh jumlah besar bilirubin unconjugated. 3 – 4 hari setelah kerisis haemolitik, konsentrasi bilirubin conjugated pada plasma dapat sama atau lebih tinggi dari pada bilirubin unconjugated ( total bilirubin dapat tetap tinggi walaupun kurang dibandingkan selama krisis haemolitik). Hal ini dapat terjadi karena konjugasi telah berlangsung tetapi kapasitas sel hati untuk eksresi bilirubin conjugated melebihi dan/ atau sel hati rusak disebabkan karena kekurangan RBC. Oleh karena itu pada stadium tertentu dari ikterus haemolitik, konsentrasi relatif dari bilirubin unconjugated dan conjugated dapat tumpang tindih dengan yang diamati pada penyakit hepatoseluler dan obstruksi empedu.

Diduga peningkatan bilirubin conjugated pada ikterus haemolitik lanjut disebabkan oleh karena sistem eksresi hati yang sebelumnya normal, oleh adanya anemic anoksia sehingga up take dan eksresi bilirubin hepatoseluler secara relatif tetap normal, kurangnya eksresi dapat menyebabkan regurgitasi dari hepatisit kedalam darah. Kemungkinan produksi bilirubin conjugated yang berlebih dalam hepatoseluler karena adanya penebalan empedu sehingga mengakibatkan destruksi empedu intrahepatik dan regurgitasi dari bilirubin conjugated kedalam darah.

Jika hemolisis terjadi secaraa intavaskular dan cukup cepat, plasma dapat merah karena adanya peningkatan jumlah Hb bebas. Secara normal protein plasma mengikat 3 Hb sirkulasi yang bebas dan mencegah masuk ke urine dengan cepat, haemolisis besar-besaran dan semua plasma protein dapat jenuh dengan Hb. Haemoglobin yang tidak diikat akan difiltrasi oleh glomerulus dan muncul dalam urine sehingga urine tampak merah. Anemic anoxia dapat menyebabkan jerusakan memberan hepatoseluler dan meningkatkan akktivitas ALT dalam serum. Diduga obstuksi empedu disebabkan adanya penebalan empedu yang menyebabkanpeningkatan alkalin pospatase (AP) dalam serum.

Beberapa kejadian dari hemolisis intravaskuler yang terjadi secara primer:
• Kasus tertentu dari anemia haemolitik autoimun.
• DIC dan torsio splenik.
• Tipe tertentu dari keracunan, mis: obat oksidan atau venom ular.
• Lisis fisik – penyuntikan iv larutan hipotonis (tertama air), panas mis: kebakaran paarah dan radiasi.
• Transfusi darah yang tidak cocok.
• Haemobartonelosis.
• Babesiosis (Menyebabkan ikterus praehepatik, karena dapat menyebabkan hemolisis sehingga dapat terjadi hiperbilirubinemia)

`Penyerapan haematom besar atau menyertai haemoragi internal sangat hebat. Penyebab perdarahan usus seperti ini kemungkinan keracunan oleh rodenticida anti coagulan. Makrofag jaringan memfagosit RBC dan menurunkan Hb menjadi bilirubin unconjugated yang kemudian dirubah dalam hati. Ikterus terutama terjadi pada hewan yang sangat muda. Baik haemolosis parah maupun haemoragi besar-besaran dapat mengakibatkan anemia regeneratif, mis: PCV rendah dan reticulositosis.

Transfusi RBC yang disimpan , hiperbilirubinemia terjadi jika darah dikoleksi lebih dari 3 minggu sebelun ditangani, RBC tua ini secara cepat dipisahkan dan dibentuk sejuimlah besar bilirubin unconjugated.

2. Bilirubin unconjugated dan bilirubin conjugated hampir sama dapat terjadi pada :
a. Hilangnya fungsi hepatoseluler setelah hati rusak, pada umumnya ini dapat terjadi karena kelainan hati kronis atau kerusakan ringan (mis, hepatitis active chronis) antara 20% dan 60% dari bilirubin conjugated.
b. Obstruksi saluran empedu, biasanya intrahepatik (hiperbilirubinemia regurgitasi) dengan obstruksi dari bilirubin. Pada umumnya bilirubin conjugated lebih dominan.
c. Setelah hemolisis akut parah (hematom besar atau hemoragi internal sangat besar). Jika level bilirubin conjugated tinggi, penyebab dari hemolisis tersebut seperti pada hemolisis akut parah biasanya bilirubin conjugated kurang dari 50% total.

Penykit hepatoseluler dan obstruksi saluran empedu (intrahepatik dan post hepatik) dapat mengakibatkan peningkatan bilirubin conjugated dan unconjugated dalam plasma dengan level bilirubin conjugated yang lebih menonjol sebelumnya. Pada ikterus hepatik dimana kerusakan terjadi dalam hati itu sendiri, peradangan mengakibatkan fungsi sel terganggu sehingga hati tidak dapat mengambil bilirubin bebes secepat biasanya. Selain itu kerusakan sel hati yang membengkak akan menekan termasuk canaliculi kecil yang membewa empedu dari sel hati ke ductus empedu. Bilirubin conjugated yang tidak dapat meninggalkan sel hati melalui rute normal akan masuk sinusoid darah dan berakhir pada sirkulasi umum. Sehingga baik bilirubin conjugated maupun unconjugated muncul dalam sirkulasi, level urobilinogen dan bilirubin muncul dalam urine.

3. Sebagian besar bilirubin conjugated.
a. Hilangnya fungsi hepatoseluler (umum), biasanya dapat terjadi karena toxic pada keracunan atau obat ( fosfor, senyawa fenolik, alfatoksin, parakuat, thalium, paracetakol/acetaminopen terutama pada kucing, dan larutan organik, mis chloroform dan CCl4).
Banyak dari obat lain yang dapat menyebabkan kerusakan hati dengan kebocoran enzim dan /atau fungsi hati tetapi tanpa hiperbilirubinemia yang nyata.
b. Penyakit infeksius: infeksi primer penting adalah Canin adenovirus-1, Leptospira dan hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan peradangan akut.
• Infeksius canine hepatitis (infeksi adenovirus-1 sistemik pada anjing), hiperbilirubinemia, ikterus dan bilirubinuria kurang umum dari yang diharapkan akibat nekrosa centrolobuler kurang mencampuri dengan pengaliran empedu dari pada nekrosis perifer, namun 35% kasus parah memperlihatkan ikterus.
• Leptosrirosis menyebabkan ikterus prehepatik dan hepatik karena leptospira dapat menyebabkan hemolisis yang ekstraseluler dan intraseluler selain itu leptospira menyerang hepatosit yang mengakibatkan fungsi hati terganggu sehingga terjadi hiperbilirubinemia dan juga menyebabkan pengaktifitas enzim pada hati.
c. Parasit. Cacing hati dapat menyebabkan obstruksi empedu dan hepatitis pada kucing.
Empat mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubinemia dan ikterus:

1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan
Penyakit hemolitik atau peningkatan laju dekstrusi eritrosit merupakan penyebab tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut sebagai ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar bilirubintak terkonjugasi dalam darah. Bilirubin tek terkonjugasi tidak larut dalam air, sehinggatidak dapat dieksresikan dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Namum demikian terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen, yang selanjutnya meningkatkan ekskresi dalam feses dan urine. Urine dan feses bewarna gelap.
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati
Ambilan bilirubin tak terkonjugasi terikat albumin oleh sel hati dilakukan dengan memisahkan dan mengikatkan bilirubin tehadap protein penerima.
3. Gangguan konjugasi bilirubin
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi ringan (<12,9 mg/100 ml) yang timbul antara hari kedua dan kelina setelah lahir disebut sebagai ikterus fisiologis neonatus. Ikterus neonatal yang normal ini disebabkan oleh imaturitas enzim glukoronil tranferase. Aktifitas enzim glukonil trasferase biasanya meningkat beberapa hari hingga minggu kedua setelah lahir, dan setelah itu ikterus akan menghilang.
4. Penurunan eksresi bilirubin terkonjugasi terutama dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan ekstrahepatik yang bersifat fungsional atau yang disebabkan oleh obstruksi mekanis.

Bilirubin terkonjugasi larut dalam air, sehingga dapat dieksresikan dalam urine dan menimbulkan bilirubinuria serta urine yang gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen urine sering menurun sehingga feses trlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai bukti-bukti kegagalan fungsi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fospatase alkali, AST, kolesterol dan garam empedudalam serum. Kadar garam empedu yang meningkat dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus akibat hiperbilirubinemia terkonjugasi bisanya lebih kuning dibandingkan akibat hiperbilirubinemia tak terkonjugasi

Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin darah melebihi 1mg/dl. Pada konsentrasi lebih dari 2 mg/dl, hiperbilirubinemia akan menyebabkan gejala ikterus atau jaundice. Ikterus atau jaundice adalah keadaan dimana jaringan terutama kulit dan sklera mata menjadi kuning akibat deposisi bilirubin yang berdiffusi dari konsentrasinya yang tinggi didalam darah. Hiperbilirubinemia dikelompokkan dalam dua bentuk berdasarkan penyebabnya yaitu hiperbilirubinemia retensi yang disebabkan oleh produksi yang berlebih dan hiperbilirubinemia regurgitasi yang disebabkan refluks bilirubin kedalam darah karena adanya obstruksi bilier. Hiperbilirubinemia retensi dapat terjadi pada kasus-kasus haemolisis berat dan gangguan konjugasi. Hati mempunyai kapasitas mengkonjugasikan dan mengekskresikan lebih dari 3000 mg bilirubin perharinya sedangkan produksi normal bilirubin hanya 300 mg perhari.

Hal ini menunjukkan kapasitas hati yang sangat besar dimana bila pemecahan heme meningkat, hati masih akan mampu meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin larut. Akan tetapi lisisnya eritrosit secara massive misalnya pada kasus sickle cell anemia ataupun malaria akan menyebabkan produksi bilirubin lebih cepat dari kemampuan hati mengkonjugasinya sehingga akan terdapat peningkatan bilirubin tak larut didalam darah. Peninggian kadar bilirubin tak larut dalam darah tidak terdeteksi didalam urine sehingga disebut juga dengan ikterus acholuria. Pada neonatus terutama yang lahir premature peningkatan bilirubin tak larut terjadi biasanya fisiologis dan sementara, dikarenakan haemolisis cepat dalam proses penggantian hemoglobin fetal ke hemoglobin dewasa dan juga oleh karena hepar belum matur, dimana aktivitas glukoronosiltransferase masih rendah. Apabila peningkatan bilirubin tak larut ini melampaui kemampuan albumin mengikat kuat, bilirubin akan berdiffusi ke basal ganglia pada otak dan menyebabkan ensephalopaty toksik yang disebut sebagai kern ikterus . Beberapa kelainan penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya seperti Syndroma Crigler Najjar I yang merupakan gangguan konjugasi karena glukoronil transferase tidak aktif, diturunkan secara autosomal resesif, merupakan kasus yang jarang, dimana didapati konsentrasi bilirubin mencapai lebih dari 20 mg/dl. Syndroma Crigler Najjar II, merupakan kasus yang lebih ringan dari tipe I, karena kerusakan pada isoform glukoronil transferase II, didapati bilirubin monoglukoronida terdapat dalam getah empedu. Syndroma Gilbert, terjadi karena haemolisis bersama dengan penurunan uptake bilirubin oleh hepatosit dan penurunan aktivitas enzym konjugasi dan diturunkan secara autosomal dominan. Hiperbilirubinemia regurgitasi paling sering terjadi karena terdapatnya obstruksi pada saluran empedu, misalnya karena tumor, batu, proses peradangan dan sikatrik. Sumbatan pada duktus hepatikus dan duktus koledokus akan menghalangi masuknya bilirubin keusus dan peninggian konsentrasinya pada hati menyebabkan refluks bilirubin larut ke vena hepatika dan pembuluh limfe. Bentuknya yang larut menyebabkan bilirubin ini dapat terdeteksi dalam urine dan disebut sebagai ikterus choluria. Karena terjadinya akibat sumbatan pada saluran empedu disebut juga sebagai ikterus kolestatik. Bilirubin terkonjugasi dapat terikat secara kovalen pada albumin dan membentuk ? bilirubin yang memiliki waktu paruh

Beberapa kelainan lain yang menyebabkan hiperbilirubinemia regurgitasi adalah Syndroma Dubin Johnson, diturunkan secara autosomal resesif, terjadi karena adanya defek pada sekresi bilirubin terkonjugasi dan estrogen ke sistem empedu yang penyebab pastinya belum diketahui. Syndroma Rotor, terjadi karena adanya defek pada transport anion an organik termasuk bilirubin, dengan gambaran histologi hati normal, penyebab pastinya juga belum dapat diketahui. Hiperbilirubinemia toksik adalah gangguan fungsi hati karena toksin seperti chloroform, arsfenamin, asetaminofen, carbon tetrachlorida, virus, jamur dan juga akibat cirhosis. Kelainan ini sering terjadi bersama dengan terdapatnya obstruksi. Gangguan konjugasi muncul besama dengan gangguan ekskresi bilirubin dan menyebabkan peningkatan kedua jenis bilirubin baik yang larut maupun yang tidak larut. Terapi phenobarbital dapat menginduksi proses konjugasi dan ekskresi bilirubin dan menjadi preparat yang menolong pada kasus ikterik neonatus tapi tidak pada sindroma Crigler najjar. Phototerapi dengan cahaya dapat merubah bilirubin menjadi lebih polar dan merubahnya menjadi beberapa isomer yang larut dalam air meskipun tampa konjugasi dengan asam glukoronida sehingga dapat diekskresikan keempedu. Kasus obstruksi umumnya ditangani dengan tindakan bedah. mikroskopik akan nampak adanya cairan bening berupa gelatin yang menggantikan posisi depo lemak tubuh.

tyaR lANDe